Room 218

just me with my thoughts in my own space

Dalam Hujan Tentang Angin

Selasa sore itu mendung. Betah rasanya di kosan dengan cuaca begitu. Saya berulangkali mengecek langit Bandung di sebelah barat saya. Di suatu tempat di barat sana, saya yakin sudah turun hujan. Saya mengenali abu-abu pekat itu. Itu bukan gumpalan awan, itu spasi berisi massa air yang sedang jatuh dari langit. Pekat. Tampak alangkah sangat jelas sekali bahwa akan turun hujan pula di Jatinangor. Saya agak khawatir. Bukan apa-apa, tapi ini menyangkut jemuran yang belum kering.

Tapi jika kamu tahu, saya tidak mencemaskan jaket dan beberapa potong celana yang tidak seberapa itu. Tapi saya ada janji bertemu dosen sore itu di rumahnya, yang artinya saya harus pergi ke rumah beliau. Tapi itu tadi barusan adalah contoh kalimat tidak efektif lainnya, karena rumah beliau tidak mungkin mendatangi saya, bukan? Tapi, ya sudahlah.

Mau tidak mau saya harus pergi juga. Dengan motor pinjaman saya menjemput Abim Si Anak Bima. Lalu pergilah kami. Dan benar saja perkiraan saya, hujan mulai turun. Abim yang baik hati menawarkan opsi terus atau kembali ke rumah untuk menukar motor dengan mobil. Padahal mobilnya Abim sedang ringan bagian tangkinya, walaupun bagasinya terisi alat berat. (payung, bantal, dongkrak mainan, sandal serap, dll). Saya terpaksa setuju. Mumpung hujan masih berupa gerimis menunjang, pikir saya. Menunjang kami untuk kembali ke rumah tanpa basah berarti.

Kami tiba di tujuan.. Ketemu.. Salaman.. Numpang shalat.. Ngobrol ini dan itu.. bla bla.. Dibekali wejangan.. bla bla bla.. Ada kucing lewat.. miaw miaw.. Wejangan lagi.. bla bla bla bla.. Numpang pipis.. Permisi pulang. Semua itu terjadi hanya dalam waktu 2 jam saja. Sungguh bincang-bincang yang singkat dan bermanfaat.

Hari sudah malam. Ikan sudah bobo. Hujan masih turun juga. Suhu udara semakin turun. Berada di dalam mobil tidak banyak membantu. Saya bersyukur cabin pressure tidak ikut-ikutan nge-drop. Mungkin untuk menghangatkan suasana, Abim mulai berkicau tentang rencananya belajar Bahasa Belanda.

"Emang lu pengen ke Belanda, Dul?" tanya saya. Dul maksudnya dulur, artinya saudara.

"Ya hayang wae belajar, tempat les yang bagus di mana sih?" Abim masih semangat.

"Emang udah pasti ke sana?" Menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lain. Tidak baik.

"Belum sih. Tapi bisa laah. Masa, Abim dan angin gak bisa sampe Belanda.."

Angin? Apaa lagi..

Usut kabel punya usut kabel (halah ribet), ternyata Si Anak Bima sedang penasaran dengan angin. Tampaknya dia sedang mencari-cari makna penciptaan zat alir ini dan sifatnya yang unik itu. Mungkin dia merasakan kemiripan sifat. "Mengalir, berhembus pelan dalam harmoni, bergerak cepat karena perbedaan tekanan yang besar, atau hanya statis seolah gaib. Padahal ia ada dalam tarikan napas kita." Begitu kira-kira maksud Abim.

Percakapan tentang filosofi benda-benda tak hidup itu membuat saya membanding-bandingkan diri saya dengan benda tak hidup lainnya. Mirip apa ya saya? Angin kah? Tanah? Api? Asap? Gunung es? Air? Teh Kotak? Kopi? Awan? Kuku kaki? Kaca mobil? Marka jalan? Lalu filosofi apa yang terkandung di baliknya?

But, I can't define myself as one single, particular thing. Saya sedikit-sedikit punya sifat dari benda-benda mati itu. Kadang saya angin-anginan, kadang berapi-api, berasap jikalau kebingungan, dan suatu hari nanti akan menjadi bagian dari tanah. Akan ada yang setuju jika saya ini disebut gunung es. Saya juga bisa menjadi 'Teh Kotak' bagi orang-orang tertentu. :9

Tapi manusia memang tidak diciptakan sesederhana itu, bukan? Semoga saya tidak berlaku sombong dengan berkata bahwa manusia adalah masterpiece dari semua ciptaan Tuhan, dengan segala dinamikanya, keunikannya. Bahkan satu manusia dengan yang lainnya saja unik. Tak ada yang sama. Tapi jika harus menimbang-nimbang sifat benda mana yang paling mirip dengan saya, that would be Kantong Ajaib Doraemon. Beragam benda ada di dalamnya. dari yang masuk akal sampai yang mustahil bin muslihat. Yap. Saya adalah Kantong Ajaib Doraemon, disingkat Tongjamon.

Tak lama, mobil berhenti. Abim membelok-belokkan setir sambil menginjak-injak pedal di bawah kakinya untuk mendapatkan parkir sempurna bagi mobilnya. Hujan sudah berhenti. Tongjamon melanjutkan perjalanan pulang ke Jatinangor.

Author

My photo
Bandung, West Java, Indonesia
Born with a glasses on, can't stop reading ever since. Music is what I hear everyday. Don't talk much, but shout a lot XD enjoy my time alone, but sometimes don't want to be alone. have a deep curiosity about stars and outerspace, while wondering about what my life would be at the highest point.