Room 218

just me with my thoughts in my own space

A Short Trip to Geulis


4.30 Kamar
Bangun tidur, belum menyiapkan apa2 untuk hiking ke geulis. Bergegas cuci muka, subuh, kemudian mengemasi barang2 untuk keperluan di atas, i.e: ponco, snack, air mineral, binocular, katu uno (dua terakhir adalah item wajib), dll. Setelah siap, langsung berangkat ke kosan rinda, tak jauh di depan.

5.30 Kosan Rinda
Tiba bersamaan dengan iin dan indah. Dwi dan Rinda stand by sudah tinggal 1 orang lagi, Lutfi. Oh ya, pesan makanan dulu di pajawan berupa omelet dan nasi putih masing2 dapat 1.
Saya bawa nasi, Lutfi bawa omelet (hanya lelaki sejati yang dapat tugas ini).

6.10 Berangkat
Ya, berangkatlah kami menuju si geulis. Jalan raya tak kami hiraukan, hanya potong kompas terus ke arah geulis, melewati sawah2 menghijau, pematang yang lunak, tanah merah yang tiada habis, berpapasan dengan orang2 sakti yang membawa batang pohon di pundak mereka seperti sebiji tongkat berjalan, berhenti sewaktu2 demi mengisi paru2 dengan napas (iya kan) dan mengabadikan momen. jepretan kamera tampaknya berkhasiat merubah wajah yang kuyu menjadi penuh senyum hangat.

9.10 Tiba di Puncak
Jaaj. We made it. Ternyata di atas sudah ada beberapa kelompok yang sengaja mengunjungi makam yang ada di bawah pohon beringin di puncak geulis. Besok adalah hari maulid.. (apa kamu melihat hubungan antara makam manusia, pohon beringin, puncak gunung, dan maulid nabi? Ya, saya rasa cuma kebetulan saja ada makam yang sekarang menjadi puncak gunung, dan beringin raksasa itu memilih tumbuh di sebelah makam tersebut, instead of any other place).

10.40 Kembali Pulang
Setelah berpose2 dengan ilalang dan ibu penjual frutang (foto dapat dilihat di atas), kami memutuskan untuk pulang.(haha, rima yang bagus). Kami berniat untuk men-tag foto si ibu kalo dia sudah punya facebook. Ahh, tapi saya lupa namanya, tampaknya si ibu tidak akan melihat foto dirinya di facebook. Maaf ya..
Perjalanan turun tampaknya lebih cepat daripada naik, walaupun lebih licin dan bikin baju kotor. Tapi di situlah kami banyak belajar, karena kalau tidak kotor, ya tidak belajar.
Kami berpapasan lagi dengan beberapa rombongan bis (ya nggaklah) *rombongan lain yang sepertinya juga akan mengunjungi makam..hmm, mungkin karena itu hari minggu jadi mereka memutuskan untuk berekreasi secara sedikit aneh. Kami berfoto2 lagi, jangan heran.

12.30 Tiba di Warung Sebelah SD (baca: akhir perjalanan turun)
Lutfi sudah menunggu kami di warung sekitar 30menit karena dia menggunakan jalur yang berbeda ketika turun, dan of course, karena dia lelaki menwa (semacam kopasus) jadi lebih cepat. Kami bertemu dan bermain uno (yee, akhirnya main juga) diteruskan main jempol (I won, by the way, haha). Oh iya, yang menang maen UNO adalah Rinda..(puas, nda?)

13.00 Pulang Naik Angkot (15 menit sebelum sang hujan besar)
Setelah kami berpisah dengan damai, saya turun angkot di depan gang masuk kosan saya, dan melanjutkan berjalan kaki. Butuh waktu 10 menit untuk mencapai kosan ujung dunia itu. Tapi..tapi..tapi..
Tiba2 datang hujan lebat, lebat sekali, ditemani sang angin yang tampaknya sedang berpesta pora diiringi kilat yang datang hampir bersamaan dengan petir. Bayangkan itu! Begitu dekat (dengan asumsi v bunyi di udara=330m/s, dan v cahaya=300,000,000m/s) selisihnya tidak sampai satu detik, tidak sampai 330m away. Tadinya saya senang2 saja hujan2an, nostalgia masa kecil, sekalian membilas tanah2 merah yang menempel di sandal dan tas, tapi saya takut kilat nyasar. Maka dari itu dengan secepat kilat (mengalahkan kilat harus dengan kilat) saya berlari menuju kosan. Saya rasa maurice green, pemecah rekor dari amerika itu, tidak sanggup berlari secepat itu di trek basah. Alhamdulillah saya sampai sebelum kilat selanjutnya, karena imbas loncatan listrik megavolt yang mengenai suatu objek dekat saya saja itu sudah cukup. Air bisa menghantarkan listrik, kamu tahu kan? Dan saya sudah sangat basah, karena hujan tentu saja.

Bagaimana dengan nasib teman2 kita yang sedang mengunjungi makam? Saya hanya bisa berdoa semoga di puncak sana hujan tidak selebat yang saya alami. Atau mungkin itu peringatan agar tidak iseng main ke makam untuk, ah..entahlah. Semoga dugaan saya salah.
1 hal lagi yg baru saya sadari, saya tidak perlu menemukan ingatan itu lagi, karena tas saya sudah tercuci hujan, tak ada lagi wangi yang menguar dari sana yang mengingatkan saya pada kenangan yang ingin saya lupakan. It's a good thing, actually.. entah kenapa selama ini saya masih mempertahankannya.

Terima kasih hujan, Terima kasih Tuhan.

Hiking yang menyegarkan..

Author

My photo
Bandung, West Java, Indonesia
Born with a glasses on, can't stop reading ever since. Music is what I hear everyday. Don't talk much, but shout a lot XD enjoy my time alone, but sometimes don't want to be alone. have a deep curiosity about stars and outerspace, while wondering about what my life would be at the highest point.